Ads 468x60px

LDK-JS UNPAR

"Bersama Kita Bisa"

Social Icons

Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum'at


          Menghadiri Shalat Jum'at adalah fardhu ‘ain atas setiap muslim, kecuali lima orang: budak, perempuan, anak kecil, orang sakit, dan musafir. Allah Ta'ala menegaskan,  "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (AI-Jumu'ah: 9). Dari Thariq bin Syihab dan Nabi saw. bersabda, "Shalat Jum'at adalah haq yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan : hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang-orang sakit." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 942, Shahih Jami'us Shaghir 3111, ‘Aunul Ma'bud 394 no: 1054, Baihaqi III: 172, Mustadrak Hakim I: 288, Daruquthni :3 no:2)
Dari Ibnu Umar r.a.  dan Nabi saw. bersabda, "Musafir tidak wajib melaksanakan shalat Jum'at."(Daruquthni II: 4 no: 4). 

Hukum Shalat Berjamaah di Masjid Bagi Wanita


    Shalat berjamaah di masjid merupakan perkara yang lazim. Namun sesungguhnya Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita. Dan bagaimana Islam menyikapi kondisi saat ini di mana para wanita datang ke masjid dengan bersolek dan membuka auratnya? Simak bahasan berikut.
Sejak zaman nubuwwah, kehadiran wanita untuk shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang asing. Hal ini kita ketahui dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kata beliau:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan shalat ‘Isya hingga ‘Umar berseru memanggil beliau seraya berkata: ‘Telah tertidur para wanita dan anak-anak [1]. Maka keluarlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata kepada orang-orang yang hadir di masjid:
“Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain kalian.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)

Memilih Teman Yang Baik


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, karenanya hendaklah salah seorang diantara kalian mencermati kepada siapa ia berteman.
[Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833), Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan gharib]
Maka dalam pergaulan kita harus pandai-pandai dalam memilih teman yang baik, shalih/shalihah, yang benar-benar memberikan kecintaan yang tulus, selalu memberi nasihat, dan menunjukan kebaikan. Karena bergaul dengan orang-orang shalih/shalihah akan menjadikannya sebagai teman yang selalu mendatangkan manfaat dan pahala yang besar, juga akan membuka hati untuk menerima kebenaran. Maka kebanyakan teman akan jadi teladan bagi temannya yang lain dalam akhlak dan tingkah laku. Seperti ungkapan:

Larangan Saling Bermusuhan dan Saling Dengki


Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain," (Al-Hujaraat: 12).
Diriwayatkan dari az-Zubeir bin Awwam r.a, bahwasanya Nabi saw. bersabda, "Kalian telah terjangkiti penyakit ummat sebelum kalian, yaitu dengki dan angkara murka yang dapat mencukur (memusnahkan). Aku tidak katakan mencukur rambut, tetap dapat mencukur (memusnahkan) agama. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk ke dalam surga hingga kalain beriman dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku beritahu cara menumbuhkan hal itu? Yaitu sebarkan salam diantara kalian," (Hasan, HR at-Tirmidzi [2510], Ahmad [I/167] dan Bukhari dalam Adabul Mufrad [260]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda, "Janganlah kalian berprasangka sebab prasangka itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mengintai kesalahan, saling bersaing, saling iri, saling benci, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara," (HR Bukhari [6064] dan Muslim [2563]).

Larangan Bersikap Sombong dan Angkuh


                Allah berfirman, "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung," (Al-Isra': 37).
Allah berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri," (Luqman: 18).
Firman Allah SWT, "Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Karun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:

Kisah Jibril Menyumpalkan Tanah ke Mulut Fir'aun


Pengantar
Ini adalah kisah yang menjelaskan sejauh mana kebencian Jibril kepada thaghut Fir'aun, sampai ketika Fir'aun berkata, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil." (Yunus: 90), pada saat dia tenggelam. Jibril khawatir rahmat Allah akan menolongnya, maka Jibril menyumpal mulutnya dengan tanah agar tidak mengucapkannya dengan kalimat tauhid.

Biarkan Mereka ke Bulan, Mari Kita ke Surga


           Segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah bagi Muhammad Rasulillah, para sahabat dan pengikutnya.
Kerap dalam beberapa diskusi religi, nyata maupun maya, kita mendengar atau membaca dialog seperti ini:
A: Jadi akhi, berdasarkan dalil-dalil tersebut, para Ulama menyimpulkan bahwa memelihara jenggot hukumnya adalah wajib dan memangkasnya adakah haram. Begitu akh…
B: Tapi Ulama lain ada yang membolehkan Akh… Syaikh Fulan pun potong jenggot…
C: Sudahlah, orang kafir sudah sampai ke bulan, kita masih sibuk debat soal jenggot.
Dialog seperti ini kerap muncul dalam diskusi/debat masalah keagamaan lainnya, seperti masalah hukum isbal[1] dan memelihara jenggot, jambang dan rambut di wajah bagi laki-laki, hukum musik dan sebagainya yang memang masih sering diperdebatkan oleh sebagian kalangan kaum muslimin. Yang menarik perhatian dari dialog tersebut dan menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah perkataan pihak ketiga (C): “…sudahlah, orang kafir sudah sampai ke bulan, kita masih sibuk debat soal jenggot (isbal, dst…)“.
Saudaraku sekalian yang dirahmati Allah, mari kita cermati dengan baik perkataan di atas berdasarkan timbangan metodologi ilmiah dalam Islam.

Hukum Shalat Saat Dalam Perjalanan


1.   Hukum Shalat Qashar (Memendekkan Shalat)
Qashar (memendekkan shalat) wajib atas musafir ketika mengerjakan shalat dzuhur, ‘ashar dan ‘isya'. Sebagaimana yang ditegaskan firman Allah SWT, "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir" (An-Nisaa 101).
Dari Ya'la bin Umayyah bahwa ia pernah bertanya kepada Umar bin Khattab perihal ayat ini, ia berkata,"INKHIFTUM AN YAFTINAKUMUL LADZIINA KAFARUU(Jika kamu takut diserang orang-orang kafir), padahal orang-orang dalam kondisi sangat aman." Maka Umar menjawab, "Saya (juga) heran seperti apa yang kamu herankan, kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal tersebut, lalu beliau bersabda, "Itulah shadaqah yang Allah shadaqahkan kepada kalian, maka terimalah shadaqah-Nya" (Shahih: Shahihul Jami' no: 3762, Muslim I: 478 no: 686 serta Tirmidzi IV: 309 no: 5025, ‘Aunul Ma'bud IV 63 no 1187, Nasa'i III no 116, Ibnu Majah I 339 no. 1065)). 

Adzan


1.   Hukum Adzan
Adzan ialah pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan lafadz tertentu (Fiqhus Sunnah 1:94), dan hukumnya wajib.
Dari Malik bin al-Huwairits bahwa Nabi saw. bersabda, "Apabila (waktu) shalat tiba, maka hendaklah salah seorang di antara kamu, mengumandangkan adzan untuk kamu dan hendaklah yang paling tua di antara kamu yang menjadi imam kamu!" (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 111 no: 631 dan Muslim I: 465 no: 674).
Rasulullah telah memerintahkan Malik bin al-Huwairits mengumandangkan adzan dan sudah kita ma'lumi bahwa sebuah perintah nilainya untuk mewajibkan. 
Dari Anas r.a.  bahwa Nabi saw. apabila memerangi suatu kaum bersama kami, beliau tidak terus menyerang bersama kami hingga shubuh, dan memperhatikan jika beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri dan menyerang mereka, dan jika tidak mendengar adzan maka beliau terus menyerbu mereka. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 89 no: 610 dan ini lafadznya, dan Muslim I: 288 no: 382 semakna). 

Hukum Shalat Berjamaah


1. Hukum Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain atas setiap individu kecuali yang mempunyai udzur. 
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya hendak menyuruh untuk dicarikan kayu bakar, saya akan menyuruh (para sahabat) mengerjakan shalat, lalu ada yang mengumandangkan adzan untuk shalat (berjama’ah), kemudian saya menyuruh sahabat (lain) agar mengimami mereka, kemudian aku akan berkeliling memeriksa orang-orang (yang tidak shalat berjama’ah), kemudian akan aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikata seorang diantara mereka mengetahui bahwa dia akan mendapatkan daging yang gemuk atau dua paha unta yang baik, niscaya ia akan hadir dalam shalat isya’ (berjama’ah).”  (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 125 no: 644 dan lafadz ini lafadz, Muslim 1: 451 no: 651 sema’na, ‘Aunul Ma’bud II: 251 no: 544, Ibnu Majah I: 259 no: 79l Ibnu Majah tidak ada kalimat terakhir, dan Nasa’i II: 107 persis dengan lafadz Imam Bukhari). 

Etika Berpakaian



Seorang Muslim meyakini bahwa berpakaian itu diperintahkan Allah Ta'ala dalam firman-firman-Nya, seperti dalam firman-firman-Nya berikut ini: 
“Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-Araaf: 31).
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (Al-A’raaf: 26).
 “Dan Dia jadikan bagi kalian pakaian yang memelihara kalian dari panas, dan pakaian (baju besi) yang memelihara kalian dalam perangan.” (An-Nahl: 81).
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kalian guna memelihara dalam peperangan kalian, maka hendaklah kalian bersyukur.” (Al-Anbiya’: 80).
Rasulullah saw. memerintahkan berpakaian dalam sabdanya, “Makanlah kalian, minumlah kalian, berpakaianlah kalian, dan bersedekahlah kalian tanpa kikir dan tanpa sombong.” (Diriwayatkan Al Bukhari)

Etika Makan



                Seorang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk  menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.
Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."
Etika Sebelum Makan
Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :
1.  Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).
Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.