Perhatikan pula keadaan matahari dan bulan
saat terbit dan tenggelam. Keduanya penentu siang dan malam. Kalau keduanya
tidak terbit, tentu dunia akan kacau. Bagaimana manusia bekerja mencari nafkah
dan mengatur urusan mereka jika dunia gelap gulita? Bagaimana mereka menikmati
kehidupan ini kalau tidak ada cahaya?
Kemudian
perhatikanlah hikmah tenggelamnya. Sekiranya
bukan karena tenggelamnya matahari dan bulan, tentu manusia tidak merasakan ketenangan dan kedamaian.
bukan karena tenggelamnya matahari dan bulan, tentu manusia tidak merasakan ketenangan dan kedamaian.
Terangnya
siang dan gelapnya malam, panasnya siang dan dinginnya malami, meski berlawanan
sifatnya, saling mendukung terpenuhinya maslahat alam. Allah SWT mengisyaratkan
hal ini dan mengarahkan pikiran hamba-hamba-Nya ke sana dengan firman-Nya,
"Katakanlah,
'Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus-menerus
sampai had kiamat, siapakah Hah selain Allah yang akan mendatangkan sinar
terang kepadamu Maka apakah kamu tidak mendengar?' Katakanlah, 'Terangkanlah
kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari
kiamat, siapakah llah selain Allah yang akan, mendatangkan malam kepadamu yang
kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak melihat
(memperhatikan)?'" (al-Qashash: 71 -72)
Allah
SWT menyebutkan bashar secara khusus untuk siang karena siang adalah
waktu orang dapat melihat. Pada siang hari itulah orang-orang dapat
beraktivitas. Sedang malam, Allah SWT mengkhususkannya dengan menyebutkan sama'
karena fungsi pendengaran utamanya pada malam hari. Pada malam hari,
hewan-hewan mendengar suara yang tidak dapat didengarnya pada siang hari.
Karena, di malam hari tak ada suara bising, gerak makhluk hidup pun tidak
seberapa. Maka, fungsi pendengaran kuat dan fungsi penglihatan lemah.
Sedangkan, siang hari adalah kebalikannya. Pada siang hari penglihatan kuat,
tapi pendengaran lemah. Allah SWT berfirman pula,
"Maha
Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan
juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. Dan Dia (pula) yang menjadikan
malam dan siang berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang
yang ingin bersyukur." (al-Furqaan:
61-62)
Dalam ayat di atas,
Allah SWT menyebutkan penciptaan malam dan siang. Keduanya saling khilfah (silih
berganti). Masing-masing mengganti yang lain. Tidak berkumpul bersama.
Seandainya berkumpul, tentu lenyaplah maslahat yang diinginkan dari
pergantiannya. Inilah yang dimaksud dengan ikhtilaful lail wan nahar. Yakni,
siang dan malam itu silih berganti muncul, tidak berkumpul bersama-sama secara
berdampingan. Antara satu dengan lainnya saling menutupi dan mengikuti dengan
cepat hingga mengusir dari kekuasannya. Setelah itu, yang lain datang lagi,
menutupi dan mengikuti satunya sehingga terusir dari kekuasaannya. Demikianlah,
keduanya saling menggeser satu sama lain, tidak pernah bertemu.