Berkatalah yang baik atau diam, ya kita sebagai manusia memang telah diberikan banyak sekali nikmat oleh Allah SWT termasuk nikmat dapat berbicara. Akan tetapi, banyak yang salah menggunakan nikmat ini. Mereka tak mengerti bahwa mulut yang telah dikaruniakan oleh-Nya seharusnya dapat dijaga dengan baik dan digunakan hanya untuk kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaihi)
Lalu dalam hadist lain disebutkan:
“Allah memberi rahmat kepada orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapatkan keselamatan.” (HR Ibnul Mubarak)
“Allah memberi rahmat kepada orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapatkan keselamatan.” (HR Ibnul Mubarak)
Mengenai ghibah, ada ayat tersendiri dalam Al-Quran yang membahasnya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” Al-Hujurat: 12
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” Al-Hujurat: 12
Lebih jauh lagi manusia hendaklah dipandang dari lahiriahnya. Tidak ada seorangpun yang berhak menghukum atas bathiniyahnya. Tidak ada seorangpun yang berhak menghukum manusia kecuali berdasarkan penyimpangan dan kesalahan yang tampak. Seseorang tidak boleh menyangka, mengharapkan, atau bahkan mengetahui bahwa mereka melakukan suatu penyimpangan secara sembunyi-sembunyi lalu diselidiki untuk memastikannya. Yang boleh dilakukan atas manusia adalah menghukum mereka saat kesalahannya terjadi dan terbukti. Kita sebagai umat islam tidak berhak untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya.
Rasulullah ditanya: “Hai Rasulullah apakah ghibah itu?” Nabi saw menjawab: “Kamu menceritakan saudaramu mengenai apa yang tidak disukainya”. Beliau ditanya lagi: “Bagaimana menurut engkau jika yang dikemukakan itu ada pada dirinya?” Nabi menjawab,”Jika yang kamu katakan itu ada pada dirinya, berarti kamu mengumpatnya. Jika tidak ada pada dirinya, berarti kamu telah berdusta tentang dia” (HR Tirmidzi)
Jadi, sebaiknya kita memelihara perbuatan kita, dan jangan menghambur-hamburkan perkataan yang sekiranya dapat membahayakan kita. Umumnya manusia yang banyak omong selalu berbuat salah dan dosa. Karena itu, mukmin yang senantiasa merasa diawasi oleh Allah wajib mengerti bahwa perkataan itu termasuk amalannya yang kelak akan dihisab: amalan baik maupun buruk. Karena pena Ilahi tidak mengalpakan satupun perkataan yang diucapkan manusia. Ia pasti mencatat dan memasukkannya ke dalam buku amal.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” Qaaf: 16-18
Karena itu, katakanlah yang baik agar kita mendapatkan keberuntungan, dan diamlah dari keburukan supaya kita selamat.
taushiyah-online.com